Kisah nenek Sakini

Seorang nenek yang berusia 80 tahun yang biasa dipanggil Mbah ini biasa berjalan sendirian menuju pasar yang jauh dari kampungnya untuk menjual sapu lidi yang dibuatnya. Badannya yang bungkuk dan renta serasa semuanya seperti hukuman baginya. Itupun setelah jauh berjalan untuk sampai ke pasar, hanya 1 sapu lidi yang terjual senilai dua ribu rupiah. Terkadang diwaktu lain ia membuat kue jokong yang terbuat dari ubi. Satu kue jokongnya dijual seharga seratus rupiah. Tak sebanding dengan capeknya membuat dan mencari bahannya memang. Semua kue-kue yang dibuatnya ditaruhnya dibakul dan dijualnya keliling desa.

Suaminya Suparjan, sorang mantan romusha di zamannya. Sekarang diumurnya yang tak lagi muda ini ia hanya bekerja untuk mencari orong-orong dan membuat keranjang bambu yang susah untuk terjual. Orang-orang sekarang tertarik untuk membeli keranjang modern yang terbuat dari plastik. Walau begitu, tetap saja ia membuat keranjang bambu dan berharap agar orang-orang tetap tertarik dengan keranjangnya. Inilah perjalanan hidup mereka berdua didalam sebuah gubuknya yang sudah lapuk. Bahkan kamar mandipun tak layak lagi untuk dipakai. Semua ini mereka jalani sebagai manusia yang tau kehidupan.

Sekarang yang jadi masalah adalah, masih banyak orang-orang yang hidup berlebih diluar sana belum mempelajari hidup yang sebenarnya. Atau kata lain bahwa mereka tidak diberikan makna hidup yang seutuhnya dari Tuhan. Orang-orang takut merasa kekurangan, bahkan takut tak makan. Taukah mereka akan dibalik itu semua? 

Yang dibuktikan disini adalah jangan fikirkan bahwa Tuhan tidak akan memberimu sandang pangan, tetapi fikirkanlah bahwa suatu saat Tuhan akan memberimu kebahagiaan melalui proses perjuangan hidupmu yang sesungguhnya, seperti Mbah Sakini dan Pak Suparjan…

Tidak ada komentar: