JANGAN MERASA MENYESAL

 “maaf pak, sebagai permintaan maaf saya, mari saya antar bapak pulang”, kata seorang pria yang baru menikah sebulan lalu. Setelah sampai dan duduk diruang tamu rumah bapak itu, si pria melihat anak-anak dan seorang bayi bermain dan belajar disekitar ruang tamu. Si bapak pun bertanya pada anaknya  “lagi ngerjakan PR ya nak???” anaknya menjawab, “ya ayah...”. melihat hal itu si pria berkata pada si bapak “alangkah indahnya hidup bapak ketika melihat anak-anak bermain dirumah” tapi dijawab si bapak “ akan lebih terasa indah lagi hidup saya jika istri saya masih hidup didunia ini”. Mendengar hal itu, si pria tertegun dan merasa menyesal ketika beberapa hari lalu ia memarahi istrinya karena tak akan bisa mempunyai anak karena penyakit yang diderita.

Sebagai pengganti kesalahan pada istrinya, ia memberi kejutan dengan menutup mata istrinya dan mengantarnya kekamar. Kemudian ia membuka penutup mata istrinya, dan istrinya pun terkejut dan bahagia ketika melihat box bayi yang berisi seorang bayi yang tertidur pulas. Si istri bertanya “anak siapa ini  mas?”. Dengan lembut dan penuh mesra, si pria menjawab “ini adalah anak dari seseorang yang telah menginspirasi aku dan aku ingin kita mengadopsi bayi ini samapai besar karena kau tahu kamu pantas menjadi seorang ibu!”
 
semua yang didapat dari kisah itu membuat kita berfikir bahwa jangan pernah menyesal ketika susuatu yang datang tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Karena dibalik itu, Tuhan tahu mana yang terbaik untuk diberikan pada kita.

Kisah nenek Sakini

Seorang nenek yang berusia 80 tahun yang biasa dipanggil Mbah ini biasa berjalan sendirian menuju pasar yang jauh dari kampungnya untuk menjual sapu lidi yang dibuatnya. Badannya yang bungkuk dan renta serasa semuanya seperti hukuman baginya. Itupun setelah jauh berjalan untuk sampai ke pasar, hanya 1 sapu lidi yang terjual senilai dua ribu rupiah. Terkadang diwaktu lain ia membuat kue jokong yang terbuat dari ubi. Satu kue jokongnya dijual seharga seratus rupiah. Tak sebanding dengan capeknya membuat dan mencari bahannya memang. Semua kue-kue yang dibuatnya ditaruhnya dibakul dan dijualnya keliling desa.

Suaminya Suparjan, sorang mantan romusha di zamannya. Sekarang diumurnya yang tak lagi muda ini ia hanya bekerja untuk mencari orong-orong dan membuat keranjang bambu yang susah untuk terjual. Orang-orang sekarang tertarik untuk membeli keranjang modern yang terbuat dari plastik. Walau begitu, tetap saja ia membuat keranjang bambu dan berharap agar orang-orang tetap tertarik dengan keranjangnya. Inilah perjalanan hidup mereka berdua didalam sebuah gubuknya yang sudah lapuk. Bahkan kamar mandipun tak layak lagi untuk dipakai. Semua ini mereka jalani sebagai manusia yang tau kehidupan.

Sekarang yang jadi masalah adalah, masih banyak orang-orang yang hidup berlebih diluar sana belum mempelajari hidup yang sebenarnya. Atau kata lain bahwa mereka tidak diberikan makna hidup yang seutuhnya dari Tuhan. Orang-orang takut merasa kekurangan, bahkan takut tak makan. Taukah mereka akan dibalik itu semua? 

Yang dibuktikan disini adalah jangan fikirkan bahwa Tuhan tidak akan memberimu sandang pangan, tetapi fikirkanlah bahwa suatu saat Tuhan akan memberimu kebahagiaan melalui proses perjuangan hidupmu yang sesungguhnya, seperti Mbah Sakini dan Pak Suparjan…

Dua anak yang mengenal kehidupan


Kisah dua orang anak bernama Rusli yang terkena penyakit lumpuh layu. Setiap hari disaat pergi dan setelah pulang sekolah rusli digendong oleh keponakannya yang sekelasnya bernama Siti. Hal ini dilakukan Siti karena peduli terhadap Rusli sebagai anak yang pintar di sekolahnya. Siti merasa amat sayang jika bakat yang dimiliki Rusli terputus hanya gara-gara penyakit yang dideritanya. Terkadang disaat lelah mengendong Rusli, mereka berteduh dibawah pohon rindang, rasa haus yang menghantui mereka membuat Siti harus meninggalkan Rusli sebentar untuk membeli es untuk minuman mereka berdua. Kemudian Siti menggendong rusli untuk melanjutkan perjalanan pulang yang masih jauh sambil menahan telinga terhadap ejekan-ejekan orang-orang terhadap penyakit yang diderita Rusli.
Sepulang sekolah dan tiba dirumah. Siti memanjat pohon menteng dan memetik buahnya yang hanya berbuah setahun sekali  untuk dijual. Dan uangnya ia belikan untuk biaya perlengkapan sekolah seperti buku tulis dan pulpen.  Rusli pun ikut membantu Siti dengan mengikat-ikat buahnya agar terlihat rapi untuk dijual.
Diusianya yang masih kanak-kanak, Siti sudah menenal dengan kerasnya kehidupan. Sebagai anak perempuan membuat ia mengenal kehidupan rumah tangga, seperti mengurus rusli, memasak, bahkan ia membuang waktu bermainnya untuk mengajari Rusli berjalan.  Dengan keadaan yang demikian, memikirkan cita-citapun mereka enggan. Sedangkan ditempat lain, Ayahnya Atmaja hanya seorang buruh padi yang penghasilannya hanya limabelas ribu rupiah perhari. Semuanya itu ia pertaruhkan anaknya Rusli. Terbenak difikirannya ia akan menggendong Rusli sampai tubuhnya tak mampu lagi mengangkat Rusli.
Diwaktu senggang, Rusli selalu berusaha berjalan dengan tongkat kecil buatan ayahnya. Bahkan turun dari teras rumahpun rasanya sakit sekali. Sitilah yang selalu ada untuk membantu Rusli berjalan. Tetapi tetap saja, berdiripun Rusli tak mampu. Semua ini dikisahkan Siti sambil tak mampu menahan tangis. Dikehidupan yang rumit ini membuat dua anak ini semakin dewasa dengan kehidupan yang sebenarnya. Tidak ada waktu bermain bagi kedua anak ini. Mereka dituntut untuk mengenal kehidupan yang sebenarnya dibalik keadaan ini.   


bagi anda yang ingin membantu kehidupan mereka:Alamat :
Desa Cimandiri, Mekarsari, Kec. Cihara, Banten.
CP : Tono 0858 1378 8136. utk bantuan, silahkan berkoordinasi lgs dengan Pak Tono (tetangga)