Bingkai hidup

Hidup ini seperti bingkai dikehidupan seseorang dimana masing-masing darinya mempunyai bingkai. dari ukuran terkecil hingga terbesar. tergantung sang pemilik seperti apa bingkai yang ia mau. kata terucap tergantung sebuah tanya dihati masing-masing. "bingkai hidupku seperti apa?" sebelum bertanya, pahami diri didalam hidup apa saja yang telah dilakukan... tertegun... sesekali menopang tangan ke dagu. melamun... sesekali tertawa kecil. menunduk jika ingat kesalahan....! semua yang dilakukan, baik atau buruk itu telah menjadi pola dalam pembentukan bingkai hidupnya. disitulah kita kan tau bingkai apa yang cocok untuknya,,,! 

By: Ifnie

Disaat anda galau dengan memandang rumput

Sungguh mengagumkan alam ini. Hanya dengan melihat hamparan rumput luas nan menghijau dapat menentramkan hati ini. Ketika suatu saat hatimu sedang gelisah…, atau pikiranmu kalut…, sementara perasaanmu tak menentu…, maka pergilah ke tempat dimana rumput hijau terhampar luas. Lepaskan alas kakimu…, bebaskan perasaanmu dari rasa takut akan kotor pada kakimu… atau pada celanamu… Bebaskan perasaanmu dari kekuatiran… bahwa orang akan memandang aneh kepadamu. Kemudian, berjalanlah ke hamparan rumput itu. Rasakanlah bahwa rumput itu mengusap telapak kakimu. Gesekkan telapak kakimu lebih keras untuk lebih merasakan rumput itu. Rasakan… nikmati…
Lalu duduklah di tempat yang cukup teduh di rerumputan itu. Usapkan tanganmu pada rumput itu. Genggam erat dan rasakan sensasinya pada telapak tanganmu… Hiruplah nafas dalam-dalam… Biarkan aroma wangi rumput memenuhi rongga dadamu. Terus… tarik nafas lagi. Pejamkan mata. Dan nikmati apa yang diberikan alam. Niscaya perasaanmu akan tenang dan tenteram…
Namun, masih adakah tempat seperti ini di sekitar kita ?

Hidup adalah proses

Kadang kita bertanya dalam hati dan menyalahkan Tuhan, "apa yg telah saya lakukan sampai saya harus mengalami ini semua ?" atau "kenapa Tuhan membiarkan ini semua terjadi pada saya ?" Here is a wonderful explanation...


Seorang anak memberitahu ibunya kalau segala sesuatu tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Dia mendapatkan nilai jelek dalam raport, putus dengan pacarnya, dan sahabat terbaiknya pindah ke luar kota. Saat itu ibunya sedang membuat kue, dan menawarkan apakah anaknya mau mencicipinya, dengan senang hati dia berkata, "Tentu saja, I love your cake."


"Nih, cicipi mentega ini," kata Ibunya menawarkan."Yaiks," ujar anaknya. "Bagaimana dgn telur mentah ?" "You're kidding me, Mom." "Mau coba tepung terigu atau baking soda ?" "Mom, semua itu menjijikkan!!."


Lalu Ibunya menjawab, "ya, semua itu memang kelihatannya tidak enak jika dilihat satu per satu. Tapi jika dicampur jadi satu melalui satu proses yang benar, akan menjadi kue yang enak."


Tuhan bekerja dengan cara yang sama. Seringkali kita bertanya kenapa Dia membiarkan kita melalui masa-masa yang sulit dan tidak menyenangkan. Tapi Tuhan tahu jika Dia membiarkan semuanya terjadi satu per satu sesuai dengan rancanganNya, segala sesuatunya kan menjadi sempurna tepat pada waktunya.


Kita hanya perlu percaya proses ini diperlukan untuk menyempurnakan hidup kita. Tuhan teramat sangat mencintai kita. Dia mengirimkan bunga setiap musim semi, sinar matahari setiap pagi. Setiap saat kita ingin bicara, Dia akan mendengarkan. Dia ada setiap saat kita membutuhkanNya, Dia ada di setiap tempat, dan Dia memilih untuk berdiam di hati kita.

Ketika Gubukku Terbakar


Satu-satunya orang yang selamat dari kecelakaan sebuah kapal, terdampar di pulau yang kecil dan tak berpenghuni. Pria ini segera berdoa supaya Tuhan menyelamatkannya, dan setiap hari dia mengamati langit mengharapkan pertolongan, tetapi tidak ada sesuatupun yang datang.

Dengan capainya, akhirnya dia berhasil membangun gubuk kecil dari kayu apung untuk melindungi dirinya dari cuaca, dan untuk menyimpan beberapa barang yang masih dia punyai.
Tetapi suatu hari, setelah dia pergi mencari makan, dia kembali ke gubuknya dan mendapati gubuk kecil itu terbakar, asapnya mengepul ke langit. Dan yang paling parah, hilanglah semuanya. Dia sedih dan marah.
“Tuhan, teganya Engkau melakukan ini padaku?” dia menangis.
Pagi- pagi keesokan harinya, dia terbangun oleh suara kapal yang mendekati pulau itu. Kapal itu datang untuk menyelamatkannya.
“Bagaimana kamu tahu bahwa aku di sini?” tanya pria itu kepada penyelamatnya.
“Kami melihat tanda asapmu”, jawab mereka.
Mudah sekali untuk menyerah ketika keadaan menjadi buruk.Tetapi kita tidak boleh goyah, karena Tuhan bekerja di dalam hidup kita, juga ketika kita dalam kesakitan dan kesusahan.
Ingatlah, ketika gubukmu terbakar, mungkin itu “tanda asap” bagi kuasa Tuhan.Ketika ada kejadian negative terjadi, kita harus berkata pada diri kita sendiri bahwa Tuhan pasti mempunyai jawaban yang positif untuk kejadian tersebut.


Gembok dan kunci

Sebuah gembok dengan kokoh mengunci pintu pagar.
Sebatang tongkat besi yang gagah perkasa ingin membuka gembok tersebut, ia mengerahkan seluruh tenaganya, tapi tetap saja tak mampu membuka gembok itu.
Datanglah sebuah kunci yang kecil. Dengan ringan kunci kecil itu berputar, 1 suara ‘klik’ terdengar dan dan terbukalah gembok itu.
Batang besi tak habis pikir bertanya,… “Mengapa aku yang setengah mati mengerahkan tenaga tak bisa membukanya, tapi kamu yang kecil dengan mudahnya bisa ?”
Kunci menjawab, “Itu karena aku memahami isi hatinya”
Hati setiap manusia ibaratnya pintu yang tergembok, batangan besi yang paling kokoh pun tak bisa membukanya. Perhatian dan kasih sayang adalah kunci kecil yang akan dapat membuka pintu hati yang tergembok

kisah wortel, telur dan kopi

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.
Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.
Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.


“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”

“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”

“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”

“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”

“Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri”

Ketika air kehidupan mengalir

Seorang pria mendatangi Sang Guru, “Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha
saya kacau. Apa pun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati saja.
“Sang Guru tersenyum, “Oh, kamu sakit.” “Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”
Seolah-olah  tidak  mendengar  pembelaannya,  Sang Guru meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu dinamakan Alergi Hidup.”
Banyak  sekali  di  antara  kita  yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa  disadari  kita  melakukan hal-hal yang  bertentangan dengan norma kehidupan.  Sungai  kehidupan  ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit.

Resistensi kita, penolakan kita untuk  ikut mengalir bersama kehidupan
membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya.   Dalam hal   berumah  tangga, bentrokan-bentrokan   kecil  itu  lumrah. Persahabatan pun  tidak  selalu  langgeng.
Apa  sih  yang  langgeng, yang abadi dalam hidup ini?
Kita tidak  menyadari   sifat  kehidupan.  Kita  ingin mempertahankan  suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa, dan menderita.
“Penyakitmu  itu  bisa  disembuhkan,  asal  kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti  petunjukku,”  kata  Sang Guru.
“Tidak  Guru, tidak! Saya sudah betul-betul  bosan.  Saya tidak ingin hidup,” pria itu menolak tawaran sang guru.
“Jadi  kamu  tidak  ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?” “Ya, memang saya  sudah bosan hidup.” “Baiklah, kalau
begitu maumu. Ambillah botol obat ini.  Setengah  botol  diminum malam ini, setengah botol lagi besok petang. Besok malam kau akan mati dengan tenang.”
Giliran  pria  itu  jadi  bingung.  Setiap  guru yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat
hidup. Yang satu ini aneh. Ia malah  menawarkan racun. Tetapi karena ia memang sudah betul-betul jemu, ia menerimanya  dengan  senang hati.
Sesampai di rumah, ia langsung menenggak setengah  botol”obat” dari Sang Guru. Dan… ia merasakan ketenangan yang tidak  pernah ia rasakan sebelumnya.. . Begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia  akan mati.  Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam  itu,ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu  yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir.
Pikir-pikir  malam  terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan,  ia  bersenda  gurau.  Suasananya santai
banget! Sebelum tidur, ia mencium  istrinya  dan  berbisik, “Sayang, aku mencintaimu. “
Esoknya bangun tidur,  ia  membuka  jendela  kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan  tubuhnya dan ia tergerak untuk melakukan jalan pagi. Pulang ke rumah  setengah  jam kemudian, ia  melihat istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk  dapur  dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya.
Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan  kenangan manis! Sang  istri  pun merasa aneh sekali.
Selama ini, mungkin aku salah, “Maafkan aku, sayang.”
Di  kantor,  ia  menyapa setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Boss kita kok  aneh  ya?” Dan sikap mereka pun
langsung berubah. Mereka menjadi lembut.  Karena  siang  itu  adalah  siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah  dan  lebih  toleran, bahkan apresiatif terhadap perbedaan pendapat.
Tiba-tiba  hidup menjadi indah.  Ia mulai  menikmatinya. Pulang ke rumah petang  itu, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda. Kali ini justru sang istri  yang memberikan ciuman kepadanya, “Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak  ingin ketinggalan,  ”Pa, maafkan kami semua. Selama ini Papa selalu stress karena perilaku kami.”
Tiba-tiba,  sungai  kehidupannya  mengalir kembali.Seketika hidup menjadi sangat  indah.  Ia  mengurungkan niatnya untuk
bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan  setengah  botol  yang sudah ia minum? Ia mendatangi Sang Guru lagi. Melihat  wajah  pria
itu, Sang  Guru langsung  mengetahui apa yang telah terjadi, “Buang saja  botol itu. Isinya air biasa kok. Kau sudah sembuh!
Jika kau hidup dalam kekinian, jika kau hidup dengan kesadaran bahwa engkau bisa mati kapan  saja, maka  kau  akan menikmati setiap detik kehidupan. Hilangkan   egomu, keangkuhanmu.   Jadilah lembut,selembut  air, dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup.  Itulah  rahasia  kehidupan.  Itulah jalan menuju ketenangan. Itulah kunci kebahagiaan. “
Pria itu mengucapkan terima kasih, lalu pulang untuk mengulangi pengalaman sehari terakhirnya. Ia terus mengalir. Kini ia selalu hidup dengan kesadaran bahwa ia bisa mati kapan saja.´Itulah sebabnya, ia selalu tenang, selalu bahagia!
Tunggu.  Kita  semua  SUDAH  TAHU bahwa  kita
BISA MATI KAPAN SAJA.
Tapi masalahnya: apakah kita SELALU SADAR bahwa
kita BISA MATI KAPAN SAJA?


Sebuah kisah dimusim dingin

Negeri China pada masa lalu bukanlah negeri yang kaya seperti saat ini. Pada saat itu, masih sangat banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sepotong kue bagi mereka bisa berarti sebuah nyawa. Inilah kisahnya:
Siu Lan, seorang janda miskin memiliki seorang putri kecil berumur 7 tahun, Lie Mei. Kemiskinan memaksanya untuk membuat sendiri kue-kue dan menjajakannya di pasar untuk biaya hidup berdua. Hidup penuh kekurangan membuat Lie Mei tidak pernah bermanja-manja pada ibunya, seperti anak kecil lain. Suatu ketika dimusim dingin, saat selesai membuat kue, Siu Lan melihat keranjang penjaja kuenya sudah rusak berat. Dia berpesan agar Lie Mei menunggu di rumah karena dia akan membeli keranjang kue yang baru. Pulang dari membeli keranjang kue, Siu Lan menemukan pintu rumah tidak terkunci dan Lie Mei tidak ada di rumah. Marahlah Siu Lan.Putrinya benar-benar tidak tahu diri, sudah hidup susah masih juga pergi bermain dengan teman-temannya. Lie Mei tidak menunggu rumah seperti pesannya. Siu Lan menyusun kue kedalam keranjang, dan pergi keluar rumah untuk menjajakannya. Dinginnya salju yang memenuhi jalan tidak menyurutkan niatnya untuk menjual kue. Bagaimana lagi ? Mereka harus dapat uang untuk makan.
Sebagai hukuman bagi Lie Mei, putrinya, pintu rumah dikunci Siu Lan dari luar agar Lie Mei tidak bisa pulang. Putri kecil itu harus diberi pelajaran, pikirnya geram. Lie Mei sudah berani kurang ajar. Sepulang menjajakan kue, Siu Lan menemukan Lie Mei, gadis kecil itu tergeletak di depan pintu. Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku dan sudah tidak bernyawa. Siu Lan berteriak membelah kebekuan salju dan menangis meraung-raung, tapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Dengan segera, Siu Lan membopong Lie Mei masuk ke rumah.
Siu Lan menggoncang- goncangkan tubuh beku putri kecilnya sambil meneriakkan nama Lie Mei. Tiba-tiba jatuh sebuah bungkusan kecil dari tangan Lie Mei. Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu, dia membukanya. Isinya sebungkus kecil biskuit yang dibungkus kertas usang. Siu Lan mengenali tulisan pada kertas usang itu adalah tulisan Lie Mei yang masih berantakan namun tetap terbaca ,”Hi..hi..hi. . mama pasti lupa. Ini hari istimewa buat mama. Aku membelikan biskuit kecil ini untuk hadiah. Uangku tidak cukup untuk membeli biskuit ukuran besar. Hi…hi…hi.. mama selamat ulang tahun.”

Suatu pagi di stasiun

Suatu Pagi Di Emplasemen Stasiun Jatinegara. Kereta Api Bima yang saya tumpangi dari Madiun perlahan-lahan memasuki stasiun Jatinegara. Para penumpang yang akan turun di Jatinegara saya lihat sudah bersiap-siap di depan pintu. Sementara itu, dari jendela, saya lihat beberapa orang porter/buruh angkut berlomba lebih dulu masuk ke kereta yang masih melaju. Mereka berpacu dengan kereta, persis dengan kehidupan mereka yang terus berpacu dengan tekanan kehidupan kota Jakarta. Saat kereta benar-benar berhenti, kesibukan penumpang yang turun dan porter yang berebut menawarkan jasa kian kental terasa. Sementara di luar kereta saya lihat kesibukan kaum urban yang akan menggunakan kereta. Mereka kebanyakan berdiri,karena fasilitas tempat duduk kurang memadai. Sebuah lagu lama PT. KAI yang selalu dan selalu diputar dengan setia.
Tiba-tiba terdengar suara anak kecil membuyarkan keasyikan saya mengamati perilaku orang-orang di Jatinegara. Saya lihat seorang bocah berumur sekitar 10 tahun berdiri disamping saya. Kondisi fisiknya menggambarkan tekanan kehidupan yang berat baginya. Kulitnya hitam dekil dengan baju kumal dan robek-robek disana-sini. Tubuhnya kurus kering tanda kurang gizi.
“Ya?” Tanya saya kepada anak itu karena saya tadi konsentrasi saya melihat orang-orang di luar kereta.
“Maaf, apakah air minum itu sudah tidak bapak butuhkan?” katanya dengan penuh sopan sambil jarinya menunjuk air minum di atas tempat makanan dan minum samping jendela.
Pandangan saya segera mengikuti arah telunjuk si bocah. Oh, air minum dalam kemasan gelas dari katering kereta yang tidak saya minum. Saya bahkan sudah tidak peduli sama sekali dengan air itu. Semalam saya hanya minta air minum dalam kemasan gelas untuk jaga-jaga dan menolak nasi yang diberikan oleh pramugara. Perut saya sudah cukup terisi dengan makan di rumah.
“Tidak. Mau? Nih…” kata saya sambil memberikan air minum kemasan gelas kepada bocah itu.
Diterimanya air itu dengan senyum simpul. Senyum yang tulus.
Beberapa menit kemudian, saya lihat dari balik jendela kereta, bocah tadi berjalan beririringan dengan 3 orang temannya. Masing-masing membawa tas kresek di tangannya. Ke empat anak itu kemudian duduk melingkar dilantai emplasemen. Mereka duduk begitu saja. Mereka tidak repot-repot membersihkan lantai yang terlihat kotor. Masing-masing kemudian mengeluarkan isi tas kresek masing-masing. Setelah saya perhatikan, rupanya isinya adalah “harta karun” yang mereka temukan di atas kereta. Saya lihat ada roti yang tinggal separoh, jeruk medan, juga separuh; sisa nasi catering kereta, dan air minum dalam kemasan gelas!
Selanjutnya dengan rukun mereka saling berbagi “harta karun” temuan mereka dari kereta. Saya lihat bocah paling besar menciumi nasi bekas catering kereta untuk memastikan apakah sudah basi atau belum. Tanpa menyentuh sisa makanan, kotak nasi itu kemudian disodorkan pada temannya. Oleh temannya, nasi sisa tersebut juga dibaui. Kemudian, dia tertawa dengan penuh gembira sambil mengangkat tinggi-tinggi sepotong paha ayam goreng. Saya lihat, paha ayam goreng itu sudah tidak utuh. Nampak jelas bekas gigitan seseorang. Tapi si bocah tidak peduli, dengan lahap paha ayam itu dimakannya.
Demikian juga makanan sisa lainnya. Mereka makan dengan penuh lahap. Sungguh, sebuah “pesta” yang luar biasa. Pesta kemudian diakhiri dengan berbagi air minum dalam kemasan gelas !
Menyaksikan itu semua, saya jadi tertegun. Saya lihat sendiri persis di depan mata, potret anak-anak kurang beruntung yang mencoba bertahan dari kerasnya kehidupan. Nampaknya hidup mereka adalah apa yang mereka peroleh hari itu. Hidup adalah hari ini. Esok adalah mimpi dan misteri. Cita-cita ? Masa Depan ? Lebih absurd lagi.
Saat kereta kembali berjalan meninggalkan Jatinegara, pikiran saya masih pada anak-anak tadi. Dimanakah para penyelenggara negara ? Kok,mereka sepertinya tidak tersentuh oleh pelayanan dan perlindungan negara? Apakah anak-anak tersebut tidak berhak atas masa depan? Kemanakah pajak yang telah dipungut dan dibayar oleh rakyat? Apakah hanya untuk digunakan bagi kemewahan pejabat publik? Rumah dinas, baju dinas, mobil dinas, tunjangan kehormatan, pesangon (bagi anggota DPRD), dan.. biaya studi banding!
Bagi saya pribadi, pelajaran berharga yang saya petik adalah, bahwa saya harus makin pandai bersyukur atas segala rejeki dan nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Dan tidak lagi memandang sepele hal yang nampak sepele, seperti misalnya: air minum kemasan gelas. Karena bisa jadi sesuatu yang bagi kita sepele, bagi orang lain sangat berarti.

Kisah seorang nenek dan minyak goreng

Suatu ketika saya bertemu dengan seorang nenek. Dia, yang yang ringkih dengan kebaya bermotif kembang itu, tampak sedang memegang sebuah kantong plastik. Hitam warnanya, dan tampak lusuh. Saya duduk disebelahnya, di atas sebuah metromini yang menuju ke stasiun KA.
Dia sangat tua, tubuhnya membungkuk, dan kersik di matanya tampak jelas. Matanya selalu berair, keriputnya, mirip dengan aliran sungai, berkelok-kelok.
Hmm…dia tampak tersenyum pada saya. Sayapun balas tersenyum. Dia bertanya, mau kemana. Saya pun menjawab mau kuliah, sambil bertanya, apa isi plastik yang dipegangnya.
Minyak goreng, jawabnya. Ah, rupanya, dia baru saja mendapat jatah pembagian sembako. Pantas, dia tampak letih. Mungkin sudah seharian dia mengantri untuk mendapatkan minyak itu.
Tanpa ditanya, dia kemudian bercerita, bahwa minyak itu, akan dipakai untuk mengoreng tepung buat cucunya. Di saat sore, itulah yang bisa dia berikan buat cucunya. Dia berkata, cucunya sangat senang kalau digorengkan tepung. Sebab, dia tak punya banyak uang untuk membelikan yang lain selain gorengan tepung buatannya. Itupun, tak bisa setiap hari disajikan. Karena, tak setiap hari dia bisa mendapatkan minyak dan tepung gratis.
Degh. Saya terharu. Saya membayangkan betapa rasa itu begitu indah. Seorang nenek yang rela berpanas-panas untuk memberikan apa yang terbaik buat cucunya. Sang nenek, memberikan saya hikmah yang dalam sekali.
Saya teringat pada Ibu. Tuhan memang Maha Bijak. Sang nenek hadir untuk menegur saya. Sudah beberapa saat sebelumnya, saya sering melupakan Ibu. Seringkali makanan yang disajikannya, saya lupakan begitu saja. Mungkin, karena saya yang terlalu sok sibuk dengan semua urusan kuliah. Sering saat pulang ke rumah, saya menemukan nasi goreng yang masih tersaji di meja, yang belum saya sentuh sejak pagi.
Sering juga saya tak sempat merasakan masakan Ibu di rumah saat kembali, karena telah makan di tempat lain. Saya sedih, saat membayangkan itu semua. Dan Ibu pun sering mengeluh dengan hal ini. Saya merasa bersalah sekali. Saya bisa rasakan, Ibu pasti memberikan harapan yang banyak untuk semua yang telah dimasaknya buat saya. Tentu, saat memasukkan bumbu-bumbu, dia juga memasukkan kasih dan cintanya buat saya. Dia pasti, mengolah semua masakan itu, mengaduk, mencampur, dan menguleni, sama seperti dia merawat dan mengasihi saya. Menyentuh dengan lembut, mengelus, seperti dia mengelus kepala saya di waktu kecil.
Metromini telah sampai. Setelah mengucap salam pada nenek itu, saya pun turun. Namun, saya punya punya keinginan hari itu. Mulai esok hari, saya akan menyantap semua yang Ibu berikan buat saya. Apapun yang diberikannya. Karena saya yakin, itulah bentuk ungkapan rasa cinta saya padanya. Saya percaya, itulah yang dapat saya berikan sebagai penghargaan buatnya. Saya berharap, tak akan ada lagi makanan yang tersisa. Saya ingin membahagiakan Ibu. Terima kasih Nek.

MEMORIAL IN MY SCHOOL, MAL IAIN SU MEDAN

Sebuah trailler film dokumenter sekolah sebagai suatu catatan dokumentasi, yang mungkin bagi alumni terkait bisa kembali mengingat suasana kenangan yang tertumpuk disana dan itu gak akan hilang dari ingatan. disaat cabot ke kantin, ngelawan guru. bekasus gara2 rokok, tidor-tidoran dikelas, maki-makian, maen bola, dan hal2 aneh yang mungkin amat susah untuk dilupakan. sebuah film sngkat ini mungkin akan membuat ingatan kita kembali ke masa-masa 3 tahun itu dengan 1 atap yang sama dan 1 seragam yang sama dari sekian ratus murid. ini dia...
  
                                                 masihkah kita teringat masa-masa 3 tahun itu???

SAINS ASTRONOMI DAN BUMI BERDASARKAN AL-QURAN


Berdasarkan pengamatan para ahli, alam semesta mengembang dengan laju percepatan yang sangat mengherankan dan menakjubkan setelah proses pembentukannya. Bila seseorang melihat alam semesta dari sebuah galaksi, semua galaksi akan terlihat semakin menjauh. Galaksi yang menjauh terlihat semakin jauh satu sama lain lebih cepat dibandingkan dengan galaksi yang lebih dekat. Itulah penjelasan hukum Hubble.
Berdasarkan ayat Al-Quran Allah Swt. Telah telah memaparkan dengan sangat jelas bahwa alam semesta meman mengembang dan meluas:


“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan Kami dan sesunguhnya Kami benar-benar meluaskan(mengembangkannya)”
QS Al-Dzariat ayat 47

Kata musi`un dalam bahasa Arab sanatlah tepat diartikan debagai “meluaskan” atau “mengembangkan” yang sesuai dengan penjelasan sains masa kinibahwa alam semesta memang mengembang dan meluas.

                Stephen hawking, dalam A Brief History Of Time(1980), mengatakan bahwa penemuan bukti mengembangnya alam semesta merupakan salah satu revolusi terbesar dalam ilmu pengetahuan abad ke-20.
                Berdasarkan teori BigBang ang telah diterima, alam semesta terbentuk sekitar 13,7 miliar tahun lalu dan terus mengembang sejak saat itu para pakar astronomi menyebutna sebagai accelerating expansion (pengembangan yan bertambah)

                Para pakar dan ahli memperkirakan suatu saat nanti akan terjadi Big Crunch , yaitu tabrakan seluruh isi alam semesta yang terdiri atas kumpulan galaksi, bintang, planet, dan planet. Hal ini adalah kebalikan dari awal pembentukannya. Alam semesta perlahan menuju titik keseimbangan barunya, dan akhirnya kehilangan tenaga sehina tersedot kembali oleh gaya gravitasi awal pembentukannya. Sebagai contoh kecil, batu ang dilemparkan keatas, semakin keatas ia akan semakin lemah dan menuju gravitasi massa 0, kemudian ia jatuh lagi ke tanah/bumi.
 
             Al-Quran yang turun pada 14 abad yang lalu telah menjelaskannya terlebih dahulu. Dan bunyinya:

“(yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami mengulanginya. Itulah suatu janji yang akan pasti Kami tepati; sesunguhnya Kamilah yang ajan melaksanakannya”(QS Al-Anbiya ayat 104).
Di ayat lain menjelaskan:


“Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat. Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah" (QS Al-Haqqah ayat 15-16)
                Pada kalimat ayat “karena pada hari itu langit menjadi lemah", mengapa Allah menyatakan kalimat itu dalam ayatnya?? Menurut  penjelasan sains, suatu saat energy percepatan dan mengembangnya alam semesta akan seimbang dengan gaya tariknya atau dapat dikatakan sama dengan nol (0). Selanjutnya, gaya tarik awalnya perlahan-lahan menarik semua benda-benda langit yang berpencar untuk disatukan kembali pada titik awalnya. Itulah awal terjadinya kehancuran alam semesta atau yang disebut dengan kiamat kubra.
                Nah…sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, apa mungkin manusia 14 abad yang lalu yang buta huruf, dan tidak dapat membaca bisa membuat kalimat yang setepat itu tanpa diberi ilham oleh Sang Maha Cerdas?????? Padahal setiap kalimat dalam Al-Quran begitu tepatnya kebenaran yang diteliti oleh manusia di zaman sekarang.

                Dan 1 pertanyaan lagi, mengapa Allah tidak pernah menyandingkan penyebutan langit dan matahari, langit dan bulan, atau langit dan galaksi? Demikian juga, mengapa didalam Al-Quran tidak ada surah yang bernama langit atau bumi? Padahal langit dan bumi adalah benda kosmis yang paling penting. Ternata kata langit (as-sama`) dan bumi (al-ardh) tersebar didalam surah-surah yang dinamai dengan benda-benda kosmis lainnya, seperti surah As-Syams(matahari), Al-Qamar(bulan), Al-Najm(bintang), dan Al-buruj(galaksi).

                BUMI UNIK DI JAGAT RAYA
                Seoran pakar astronomi, Donald Brownlee (NASA, Stardust Mission) mengemukakan pendapat dalam buku yang berjudul Rare earth: Why Complex Life Is Uncommon in the Universe. Menurutnya, ada kesan bahwa semesta ingin membuat planet yang serupa dengan bumi sehingga akan berkembang kehidupan didalamnya seperti planet kita. Namun ternyata kondisi alam yang mendukung kehidupan makhluk kompleks, seperti manusia, tumbuhan, dan hewan sangatlah langka di jagat raya.
                Sebagai contoh, kehidupan mikroba yang relative sederhana memang dapat berkemban di palnet-planet di alam semesta. Tetapi planet yang dapat menunjang kehidupan kompleks sanatlah sulit dijumpai diseluruh penjuru galaksi ini.
                Sesungguhnya kondisi alam semesta cenderung tidak mendukung kehidupan. Jika kita mencoba membandingkan dengan semua tempat di alam semesta, ternyata tak sebanding dengannya. Kita hidup dalam lingkungan istimewa yang menyediakan segala kebutuhan kita. Di bumi terdapat udara, makanan, kondisi stabil dan kondisi lain sehingga bumi ini seperti “jasad raksasa” dengan system yang menopang makhluk-makhluknya untuk bertahan hidup.

                Pertanyaan yang timbul adalah mengapa semua ini bisa terjadi??? Apakah hanya sebuah kebetulan ataukah ada yan sengaja menciptakannya??? Sejauh ini, diantara jutaan bahkan triliunan planet dalam galaksi kita belum ditemukan planet lain yang benar-benar mirip bumi.  Jika bumi ini sangat langka, artinya kita sedang memenangkan sebuah ‘undian kosmis’, dan ternyata kita adalah planet mujur dan kita berada ditempat yang sangat beruntung.
                Bila kita hanya menganggap “keberuntungan” sebagai penjelasan keberadaan bagi planet bumi maka kita harus melihat dalam konteks semesta secara keseluruhan. Harus diingat bahwa galaksi kita hanyalah salah satu dari kemungkinan 100 miliar galaksi yang ada di alam semesta yang dapat diamati selama ini. Sehingga sangat kecil sebuah planet berkemungkinan memiliki semua bahan yang tepat untuk menunjang kehidupan yang kompleks di satu tempat dalam galaksi ini.
                Akhirnya, kita harus bertanya secara sadar dalam benak kita sendiri, bagaimana bila semua factor yang ada ini bukan hasil sebuah undian kosmis, atau hanya sebuah kebetulan atau kemujuran? Bagaimana bila semua ini adalah sebuah tujuan atau sebuah rancangan yang lebih besar?? Jika bumi memang ada untuk satu tujuan, apakah kita bisa mengetahuinya??
Berdasarkan ayat Al-Quran:

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa ang diantara keduanya dengan main-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (QS Al-Dukhan ayat 38)


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          





 MASA-MASA 3 TAHUN


Setiap foto-foto aku dan teman-temanku yang aku liat, dan semua itu di capture pada masa-masa lalu yang sekarang aku ingin memakai seragam itu. bukan hanya seragamnya saja yang ingin kupake, tapi juga suasana dulu dan kenangan-kenangan yang lalu ingin kurasakan lagi dalam kehidupanku. ntah kenapa Tuhan memberi naluri rasa ingin menikmati masa-masa indah itu hanya 3 tahun saja??? padahal bagi mereka-mereka termasuk aku juga ingin merasakan waktu-waktu itu lebih dari 3 tahun. karna suasana dan kenangan-kenangan pada masa itu gak akan mungkin terulang lagi dimasa-masa mendatang. Jika pun masa-masa itu datang di masa depan, pastilah ia tak sesempurna masa-masa 3 tahun itu,,,,,..!! 


Dengan warna seragamnya yang khas tersendiri dalam kurun waktu 3 tahun, seolah-olah merasa enggan untuk memakai seragam itu lagi yang sudah sedikit kusam dilemari pakaian yang terlipat rapi disana...!sampai sekarang aku belum habis fikir, bagaimana aku bisa mengulangi suasana-suasana itu lagi...?