Delapan Kebohongan Seorang Ibu

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “makanlah nak, aku masih kenyang”

       Kebohongan yang pertama
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di sungai dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu memakan sup ikan itu, ibu duduk disampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku  dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “makanlah nak, aku tidak suka makan ikan”

    Kebohongan ibu yang kedua
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata : “ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus bekerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “kamu tidurlah duluan, ibu  belum mengantuk”

    Kebohongan ibu yang ketiga
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku dibawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “minumlah nak, ibu tidak haus!” 

    Kebohongan ibu yang keempat
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang dengan kerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal didekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada disebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “saya lebih senang sendiri bersamamu”

    Kebohongan ibu yang kelima
Setelah aku sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja diluar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “ibu masih punya duit”

    Kebohongan ibu yang keenam
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Ameerika berkat sebuah beasiswa disebuah perusahaan. Akhirnya akupun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku “aku lebih suka disini”

    Kebohongan ibu yang ketujuh
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker, harus dirawat dirumah sakit, aku yang berada jauh diseberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah diranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan”

    Kebohongan ibu yang kedelapan
setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya...

Kisah 20 Nama

Disaat menuju jam-jam istirahat kelas seorang dosen berkata kepada para mahasiswanya. “Mari kita buat satu permainan, mohon bantu saya sebentar.”

Kemudian salah satu mahasiswi berjalan menuju pelataran papan tulis.

Dosen: “Silahkan tulis 20 nama yang paling dekat dengan anda, pada papan tulis.”
Dalam sekejap sudah dituliskan semuanya oleh mahasiswi tersebut. Ada nama tetangganya, teman kantornya, orang terkasih, dan lain-lain.

Dosen: “Sekarang silahkan coret satu nama diantaranya yang menurut anda paling tidak penting!”
Mahasiswi itu lalu mencoret satu nama, nama tetangganya

Dosen: “Silahkan coret satu lagi.”
Mahasiswi itu mencoret lagi satu nama dari papan tulis dan seterusnya. Sampai pada akhirnya diatas papan tulis hanya tersisa tiga nama, yaitu :
-nama orang tuanya.
-nama suaminya.
-dan nama anaknya.

Ruang kelas menjadi sunyi, semua mata tertuju ke arah dosen, pikir mereka permainan telah usai.

Tiba-tiba keheningan ruang kelas itu terpecah saat dosen berkata: “Silahkan coret satu lagi!”
Dengan perlahan-lahan mahasiswi itu melakukan suatu pilihan yang amat sangat sulit. Dia kemudian mengambil kapur tulis, mencoret,,,, nama ORANG TUAnya,

Dosen: “Silahkan coret satu lagi!”
Hatinya menjadi bingung. Tapi beberapa saat kemudian ia mengangkat kapur tulis tinggi-tinggi. Lambat laun menetapkan dan mencoret,,, nama ANAKnya.
Dan,,, terdengar isak tangis mahasiswi tersebut. Kelaspun riuh rendah dengan berbagai macam suara dan komentar  dari para mahasiswanya.

Setelah suasana tenang kembali, dosen itu bertanya: “orang terkasihmu bukannya,,, orang tuamu da anakmu?
Orang tua yang membesarkan anda,,,. Anak adalah anda yang melahirkan,,,. Sedang suami itu, BISA DICARI LAGI...! tapi mengapa anda lebih memilih suami sebagai orang yang paling sulit untuk dipisahkan..??

Semua pandangan mengarah pada mahasiswi tersebut, menunggu apa yang akan dijawabnya.

Setelah agak tenang, kemudian perlahan-lahan mahasiswi itu berkata: “pada waktunya semua akan berlalu juga,,,
Orang  tua akan pergi dan meninggalkan saya,,,
Sedang anak jika sudah besar ia akan menikah dan meninggalkan saya juga,,,
Yang benar-benar menemani saya dalam hidup ini hanyalah,, suami saya.

Dan semua pun terperangah dengan jawaban mahasiswi tersebut.

Memang, dalam Islam setelah muslimah berkeluarga, maka Suami yang paling utama dibandingkan ayahnya bahkan ibunya sekalipun...!!!

Kisah Cinta Tulus Sang Kakek

Pagi itu klinik sangat sibuk. Sekitar jam 9:30 seorang pria berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu jarinya. Aku menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu, sebab semua dokter masih sibuk, mungkin dia baru dapat ditangani setidaknya 1 jam lagi.

Sewaktu menunggu, pria tua itu nampak gelisah. Sebentar-bentar melirik ke jam tangannya. Aku merasa kasihan. Jadi ketika sedang waktu luang aku sempatkan untuk memeriksa lukanya, dan nampaknya cukup baik dan kering, tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter, aku putuskan untuk melakukannya sendiri.

Sambil menangani lukanya, aku bertanya apakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru. Lelaki tua itu menjawab tidak, dia hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istrinya, seperti yang dilakukannya sehari-hari.

Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat disana sejak beberapa waktu dan istrinya mengidap penyakit Alzheimer.

Lalu kutanya apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat. Dia menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mengenalinya sejak 5 tahun terakhir.

Aku sangat terkejut dan berkata, Dan bapak masih pergi kesana setiap hari walaupun istri bapak tidak kenal lagi? Dia tersenyum ketika tangannya menepuk tanganku sambil berkata, Dia memang tidak mengenali saya, tapi saya masih mengenali dia, kan?

Aku terus menahan air mata sampai kakek itu pergi, tanganku masih tetap merinding, cinta kasih seperti itulah yang aku mau dalam hidupku.

Cinta sesungguhnya tidak bersifat fisik atau romantis. Cinta sejati adalah menerima apa adanya yang terjadi saat ini, yang sudah terjadi, yang akan terjadi, dan yang tidak akan pernah terjadi.

Pengalaman ini menyampaikan satu pesan penting. Orang yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki segala sesuatu yang terbaik, mereka hanya berbuat yang terbaik dengan apa yang mereka miliki. Hidup bukanlah perjuangan menghadapi badai, tapi bagaimana tetap menari ditengah hujan.

Harga Cinta

Hiduplah seorang anak laki-laki yang sangat miskin bersama istrinya. Suatu sore, sang istri meminta dibelikan sisir untuk rambutnya yang panjang agar terlihat anggun. 
Sang suami memandangnya dengan sedih, dan berkata: “Aku belum bisa memenuhi permintaanmu.. bahkan untuk jam tanganku saja aku belum bisa membeli talinya”.

Istrinya tidak membantah, bahkan tampak senyum di wajahnya.

Keesokan harinya, setelah selesai dari pekerjaannya, sang suami pergi ke pasar dan menjual jam tangannya, yang tanpa tali itu dengan harga murah. Kemudian membeli sisir permintaan istrinya.

Ketika sampai dirumah sore hari sambil membawa sisir yang dibelinya itu, ia melihat rambut istrinya sudah sangat pendek sekali, dan dilihat tangan istrinya memegang tali jam tangan (rupanya sang istri memotong rambutnya dan menjualnya untuk membeli tali jam tangan). Lalu keduanya saling memandang dengan air mata yang bercucuran.

Bukan karena apa yang mereka lakukan sia-sia!! Tapi karena keduanya merasa saling mencintai. Keduanya sama-sama ingin memenuhi apa yang diinginkan satu sama lain.

Ingatlah selalu,, Bahwa mencintai atau dicintai seseorang itu harus berusaha membahagiakannya dengan banyak cara, bahkan jika hal itu berharga mahal. Karena cinta sejati bukanlah pada kata-kata tapi pada perbuatan

Ingatlah Doa Yang Pernah Terucap

Saat anda mengeluh, ingatlah doa-doa yang pernah terucap. Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya karena ia tidak bisa melihat. Ia membenci semua orang termasuk kekasih yang setia mendampinginya. Ia berkata pada kekasihnya bahwa bila dia melihat dunia, ia akan menikahi kekasihnya.

Suatu hari dia mendapatkan donor mata dan ia bisa melihat dunia yang begitu luas. Sang kekasih pun bertanya, “Kini setelah kau bisa melihat semuanya, maukah kau menikah denganku?

Sang gadis melihat kekasihnya dan terkejut karena mengetahui kekasihnya buta. Ia pun menolak untuk menikahinya. Dengan patah hati, sang pria meninggalkan wanita itu dan beberapa hari kemudian mengirimkannya surat yang mencengangkan bagi sang kekasih. “Tolong jaga baik-baik sepasang mataku yang kini jadi milikmu, Sayang.”

Kisah diatas adalah sebuah gambaran mengenai perubahan dalam otak manusia ketika statusnya berubah. Banyak orang lupa dengan apa yang mereka katakan dan siapa yang selalu ada disisi mereka saat mereka sedang dalam masa sulit.

Kita selalu melantunkan doa-doa, namun juga menerimanya dengan syarat. Seperti sang gadis yang bisa melihat lagi, saat doanya terkabul, ia menelan ludahnya sendiri dan mengecewakan dia yang selalu ada disampingnya.

Ibarat kita yang berdoa jungkir balik agar mendapatkan jodoh. Namun setelah mendapatkan jodoh, kita menyia-nyiakannya kebaikannya, mengeluh dia tak seperti ini atau seperti itu. Ada pula yang berdoa tengah malam agar rejeki lancar. Begitu terkabulkan dan menjadi mapan, lupa untuk menggunakannya dengan bijak. Malah mengeluh masih banyak hal yang belum bisa didapatkan.


Berapa kali kita mengemis lewat doa namun saat diberi kita seperti lupa siapa kita sebelumnya?  berapa kali kita memohon didekatkan jodohnya namun saat diberi malah menyakiti dan menyia-nyiakannya?

Hidup ini adalah anugerah atas doa-doa yang kita panjatkan dan perbuatan-perbuatan yang kita lakukan. Syukuri dan jagalah saat mereka datang. Tak ada hal yang sempurna, namun selalu ada hal yang terbaik yang dianugerahkan pda kita.

Kisah Ayah Dengan Anaknya Yang Wisuda

True Story

Seorang pemuda sebentar lagi akan wisuda, sebentar lagi dia akan menjadi sarjana. Beberapa bulan yang lalu  dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta pada sebuah mobil sport keluaran terbaru dari Ford. selama beberapa bulan dia selalu membayangkan nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin  karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat sayang kepadanya, sehingga dia sangat yakin nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu, bersenang-senang dengan temannya bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan ke teman-temannya.

saatnya pun tiba, siang itu setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayah tersenyum dan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa ia mencintai anaknya itu. Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan... bukan sebuah kunci! Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu. Dan dengan kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Kitab Suci Al-Quran yang bersampulkan kulit asli, dikulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas. Pemuda itu menjadi marah, dengan suaranya yang tinggi dia berteriak, “yaahh... Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan kitab ini untukku ? “Lalu dia membanting Kitab Suci itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa. Hatinya hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.

Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses, dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu,  anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.

Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap jaksa wilayah dan bersama-sama kerumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya.

Saat melangkah masuk kerumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelek terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari dimatanya dia menelusuri barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Kitab Suci itu dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama Kitab Suci itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, “sebaik-baik manusia adalah adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan Tuhan maha kaya dari segala apa yang ada di dunia ini”

Selesai dia membaca tulisan itu sesuatu jatuh dari bagian belakang Kitab Suci itu, Dia memungutnya... sebuah kunci mobil ! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama daeler, sama dengan daeler mobil sport yang dulu dia idamkan ! Dia membuka halaman terakhir Kitab Al-Quran itu dan menemukan disitu terselip STNK dan surat lainnya. namanya tercetak di situ dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu.

Dia berlari menuju garasi, dan disana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang ia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. Bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, diatas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya sedang tersenyum bangga.


Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk disamping mobil itu. Air matanya tidak terhentikan mengalir terus mengiringi rasa menyesal yang tak mungkin diobati.

Ibuku Mengemis Beras

True Story

Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia. Hanya tinggal ibunya yang sudah tua dan anak laki-lakinya saja yang saling menopang.

Ibunya bersusah payah membesarkan seorang anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, anaknya tersebut hanya diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan kasih sayang menunggui anaknya sambil menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki musim gugur, adalah waktu bagi anaknya untuk memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja di sawah. Di sekolah itu, setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa 30 kilogram beras untuk dibawa ke kantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibunya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kilogram beras tersebut.

Berkatalah ia kepada ibunya: "bu, saya mau berhenti sekolah saja dan membantu ibu bekerja di sawah." Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata : "Niat kamu sungguh mulia nak, kamu memiliki niat seperti itu saja sudah membuat ibu senang, tetapi kamu tetap harus sekolah. Jangan khawatirkan ibu ya nak. Cepatlah pergi daftarkan sekolah. Nanti berasnya ibu yang akan mengantarkannya ke sana."

Karena anaknya tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan ke sekolah, ibunya pun menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak dipukul oleh ibunya. Ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh. Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa ibunya datang ke kantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari pundaknya. Pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya lalu mengambil segenggam beras tersebut. Tiba-tiba dia berkata : "hai wali murid, kami tidak menerima beras yang isinya campuran beras dan gabah. Jangan menganggap kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Begitu malu sang ibu ini, sehingga tak henti-hentinya berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tadi.

Awal bulan berikutnya ibu ini memikul sekantong beras dan masuk ke dalam kantin. Seperti biasanya beras tersebut diteliti oleh si pengawas. Dengan alis yang mengerut, ibu pengawas berkata : "masih dengan beras yang sama, selanjutnya kalau begini lagi maka saya tidak bisa menerimanya."

Sang ibu sedikit takut dan berkata : " ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini, jadi bagaimana?" pengawas itupun tidak mau tahu dan berkata : "berapa luas sawah yang ibu kerjakan, sehingga berasnya bisa bermacam-macam seperti ini..?" Mendengar sindiran seperti itu sang ibu akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali ke sekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata : " Kamu sebagai wali murid kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama? bawa pulang saja berasmu itu..!"

Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut didepan pengawas tersebut dan berkata : " maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis."

Mendengar kata-kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.  Dilihatnya ibu tua itu duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. Ibu renta tersebut menghapus air mata dan berkata ; "saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi menanam padi di sawah. Anakku sangat mengerti kondisiku sehingga mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja di sawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya sekolah lagi."

Selama ini saya tidak pernah memberi tahu sanak saudara yang ada di kampung sebelah. Lebih-lebih untuk mengatakan kepada anakku, aku takut melukai harga dirinya. 

Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat, aku pergi ke pasar tempat orang-orang berjualan beras hanya untuk mengemis beras-beras yang tercecer di trotoarnya. Dengan susah payah aku datangi toko demi toko untuk mencari ceceran itu. Sampai hari sudah gelap, akupun kembali pelan-pelan kekampung sendiri. Sehingga sampai pada awal bulan, semua beras yang terkumpul memenuhi syarat untuk diserahkan ke sekolah.

Pada saat ibu tua itu bercerita, secara tidak sadar air mata pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata : " bu, sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu."

Sang ibu buru-buru menolak dan berkata : " jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."

Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. secara diam-diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi Qing Hua dengan nilai 627 point.

Di hari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini untuk duduk di atas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras. Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan sebuah kisah tentang seorang ibu yang mengemis beras demi sekolah anaknya. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata kepada hadirin seraya menunjukkan pada ibu tadi ; "Inilah sang ibu dalam cerita tadi."

Dan mempersilakan sang ibu yang luar biasa tersebut untuk naik keatas mimbar. Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat ke arah gurunya yang sedang menuntun ibunya berjalan keatas mimbar.

Sang ibu dan sang anak pun saling bertatapan. Pandangan ibu yang sangat lembut kepada anaknya membuat sang anak tadi tak kuasa menahan tangisnya, dipeluknya sosok tua di hadapannya itu dan merangkul erat ibunya sambil terisak seraya berkata : " begitu mulianya engkau ibu, sungguh aku tak bisa membalasnya,,,,,"

Aku Malu Punya Ibu Buta


True Story


Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA!!! Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar sangat malu.

Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak aku hiraukan. aku hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana. 
Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak pulang kerumah dan tidak tidur dirumah. Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuat kesempurnaan yang kumiliki menjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah kesempurnaan itu.
Tepat disaat istirahat, kulihat sosok wanita tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja rapi dan sopan. Itulah ibuku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu dan yang lebih memalukan lagi ibu memanggilku. "mau apa ibu kesini? ibu datang hanya untuk memepermalukan aku ! " bentakan dariku membuat diri ibuku segera bergegas pergi. Dan itulah yang memang aku harapkan. Ibu pun bergegas keluar dari sekolahku. Karena kehadirannya itu aku benar-benar malu, sangat malu sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. "Hai, itu ibumu ya???, ibumu matanya satu ya??" yang menjadikan ku bagai  disambar petir mendapat pertanyaan seperti itu.

                        ***

Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah dan mendapat beasiswa di sebuah sekolah di luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar dan ku kejar agar aku bisa segera meninggalkan rumah kumuh ku dan terutama meninggalkan ibuku yang membuat aku malu. Ternyata aku berhasil mendapatkannya. Dengan bangga aku membusungkan dada dan aku berangkat pergi tanpa memberi tahu ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku sendiri. Persetan dengan ibuku. Seorang yang selalu menghalangi kemajuanku.
Di sekolah itu, aku menjadi mahasiswa paling populer karena kepintaran dan ketampananku. Aku telah sukses dan kemudian aku menikah dengan seorang gadis Indonesia dan menetap di Singapura. 
Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggal ku sangat mewah, aku mempunyai anak laki-laki yang berusia tiga tahun dan aku sangat menyayangi dia. Bahkan aku rela untuk mempertaruhkan nyawaku demi putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura, belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan sama sekali aku tidak pernah memikirkan nasib ibuku. Sedikitpun aku tidak rindu kepadanya, aku tak mencemaskan dia. Aku bahagia dengan kehidupan aku yang sekarang.
Tapi pada suatu hari kehidupan ku yang sempurna tersebut terusik, saat putra ku sedang asyik bermain didepan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta yang sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah ibuku, ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia memperoleh ongkosnya. Dia datang menemui ku.
Seketika saja ibuku aku usir, dengan enteng aku mengatakan " hei, pergilah kau pengemis. Kau membuat anak ku takut !!! " dan tanpa membalas perkataan kasar ku, ibu lalu tersenyum, " Maaf, saya salah alamat." . Tanpa merasa bersalah, aku masuk kedalam rumah. 
         ***
Beberapa bulan kemudian, datanglah sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA ku. akupun datang untuk menghadiri dan aku beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas keluar negeri. 
Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini. 
Selesai reuni entah mengapa aku ingin melihat keadaan rumahku sebelum aku pulang ke Singapura. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya didepan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku. Bahkan aku sendiri sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu/ Kulihat rumah ini begitu berantakan. Aku tak menemukan sosok wanita tua didalam rumah itu, entah lah dia kemana tapi justru aku merasa lega tak bertemu dengannya. 
Bergegas aku keluar dan bertemu dengan salah satu tetangga rumahku. "Akhirnya kau datang juga. Ibumu telah meninggal dunia seminggu yang lalu". 
"Oh..."
Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Sedikitpun tak ada rasa sedih dihati ku yang kurasakan saat mendengar ibuku telah meninggal. " Ini, sebelum meninggal, ibumu memberikan surat ini untukmu ".
Setelah menyerahkan surat itu, ia segera bergegas pergi. Aku buka lembar surat yang sudah kusam itu. 

   Untuk anakku yang sangat aku cintai

Anakku yang aku cintai aku tahu kau sangat membenci ku. Tapi ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni di sekolahmu. 

Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi, karena aku yakin kau akan datang ke acara reuni tersebut.

Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga aku hanya bisa menangis sambil memandangi foto mu satu-satunya yang ibu punya. Ibu tak pernah lupa untuk mendoakan kebahagianmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia luas. 

Asal kau tahu saja anak ku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu. 

Mataku yang kuberikan padamu waktu kecil. Waktu itu kau dan ayahmu mengalami kecelakaan yang hebat. Tetapi ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayang ku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat. Maka aku berikan satu mataku ini untukmu. 

Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan apa yang kau cita-citakan. Dan aku pun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu. 

Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap masih bisa melihatmu untuk terakhir kalinya. Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah didepan mataku. 

Bak petir di siang bolong, yang menghantam seluruh saraf-saraf ku. Aku terdiam !!!. Baru kusadari bahwa yang membuatku malu sebenarnya bukan ibuku, tetapi diriku sendiri....